Pengikut

Minggu, 15 April 2012

Essensialisme


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sebagaimana yang telah kita ketahui, perkembangan ilmu pengetahuan dizaman kontemporer sekarang ini tidaklah berlangsung secara instan, melainkan terjadi secara bertahap (evolutif). Untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, kita harus melakukan penyelarasan-penyelarasan atau klarifikasi secara bertahap. Dikarenakan dari setiap zaman atau abad itu kita bisa menampilkan ciri keunikan tertentu bahkan penemuan-penemuan yang inovatif dan berfariatif dalam keterkaitan antara ilmu yang satu dengan ilmu-ilmu yang lain yang telah ditemukan ataupun dikembangkan oleh manusia di zamannya.
Kami dengan ini berusaha melukiskan sedikit keterkaitan antara filsafat pendidikan dan ilmu pengetahuan yang terbentuk dalam dunia akademika kita ini dengan merujuk pada kenyataan di masa Renaissance. Yang melahirkan para filosof dan tokoh-tokoh penyumbang banyak hal dalam ilmu pengetahuan khususnya dalam dunia pendidikan dewasa ini. Berbicara tentang filsafat dan ilmu pendidikan ternyata tidak semudah yang kita fikirkan. Ilmu pengetahuan dan filsafat merupakan satu kesatuan yang tidak bisa di lepaskan atau saling berdiri sendiri melainkan harus terwujud keterkaitan satu sama lainnya. Artinya filsafat merupakan pondasi awal dari semua ilmu pengetahuan, khususnya yang terkait dengan konsentrasi bidang kita ini yaitu pendidikan.
Kami dalam mengkaji makalah ini sangat menekankan kepada semua mahasiswa tanpa terkecuali diri kami sendiri, bahwasannya filsafat pendidikan penting untuk ditelaah guna mengevaluasi problem-problem filosofis yang ada dalam pendidikan. Artinya, meski didalam literatur pendidikan selalu dapat berjalan dengan berlandaskan filosofis, tidak menutup kemungkinan bila landasan-landasan itu selalu valid dan tepat dengan situasi pendidikan zaman dulu (skolasik) dalam tujuan yang hendak dicapai.
Secara filosofis pendidikan adalah hasil peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakat.
Dengan demikian muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar suatu bangsa untuk berfikir, berkebangsaan, dan berkelakuan, yang menentukan bentuk sikap hidupnya. Sedangkan, proses pendidikan secara terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi secara sadar dan penuh keinsafan.[1]
Adapun esensialisme, muncul pada awal tahun 1930-an dengan beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isacc L. Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut “The Essensialis Commite for the Advancement of American Education”.[2]
Esensialisme muncul pada zaman Renaissans, dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progressivisme. Perbedaan ini terutama dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Bagi esensialisme, pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang jelas teruji dan tahan lama untuk  memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zurhairini, 1995).[3]
Dalam kesempatan ini kami selaku penulis makalah, berterima kasih berkat bantuan teman-teman atas kritik dan sarannya dan koreksinya dalam penulisan makalah ini. Terima kasih.


B.       Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian esensialisme?
2.    Apa yang menjadi ciri utama aliran esensialisme?
3.    Bagaimana pandangan Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi terhadap paham Esensialisme pendidikan?
4.    Bagaimana konsep pendidikan esensialisme?
5.    Bagaimana implementasi pendidikan esensialisme dengan menggunakan teknik pembelajaran kooperatif ?

C.      Tujuan
Tujuan dari makalah ini dimaksudkan agar para mahasiswa dan begitu pula kami sebagai penulis bisa lebih mengenal tentang filsafat pendidikan itu sendiri. Untuk mengetahui pengertian tentang esensialisme pendidikan, ciri utama filsafat esensial, dan dapat menjelaskan pandangan Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi terhadap paham Esensialisme pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Esensialisme
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Ingris yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni idealisme dan realisme. Aliran ini menginginkan munculnya kembali kejayaan yang pernah diraih, sebelum abad kegelapan atau disebut “the dark middle age” (zaman ini akal terbelenggu), stagnasi dalam ilmu pengeetahuan, kehidupan diwarnai oleh dogma-dogma gerejani. Zaman renaissance timbul ingin menggantikannya dengan kebebasan dalam berpikir.
Bagi aliran ini, “Educatian as Curtular Conservation” pendidikan sebagai pemelihara kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran esensialisme dianggap para ahli sebagai “Conservative road to culture,” yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang telah teruji oleh segala zaman, kondisi, dan sejarah. Esensialisme merupakan panduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme. Demikian tentang essensialisme tentang ide-ide moral, aliran ini lebih bersifat netral. Atau lebih tepat aliran ini juga mensintesakan ide-ide abad tengah yang dogmatis religious dengan ide-ide Renaissance yang regular.[4]
B.       Ciri-Ciri Esensialisme
Menurut Imam Barnadib bahwa ciri utama esensialisme adalah pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi hal tersebut adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini; dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas. Esensialisme merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme tidak sependapat dengan pandangan progresivisme yang serba fleksibilitas dalam segala bentuk. Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Dalam pemikiran pendidikan esensialisme, pada umumnya didasari atas filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan dari masing-masing ini bersifat eklektif.[5]
C.      Pandangan Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Esensialisme
1.      Pandangan Ontologi Esensialisme
a.       Sintesa ide idealisme dan realisme tentang hakikat realita berarti esensialisme mengakui adanya realita obyektif di samping konsep-konsep pre-determinasi, supernatural, dan transendental.
b.      Aliran ini dipengaruhi oleh penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern baik phisika maupun biologi (Issac Newton dan Charles Darwin). Oleh karena itu realita menurut analisa ilmiah tersebut dapat dihayati dan diterima oleh esensialisme. Konsekuensi asas di atas ini maka baginya ialah bahwa semesta ini merupakan satu kesatuan yang mekanis, menurut hukum alam obyektif (kausalitas). Manusia adalah bagian alam semesta dan terlibat, tunduk pada hukum alam.
c.       Penapsiran spiritual atas sejarah
Teori filsafat Hegel yang mensintesakan science dengan religi dalam kosmologi, berarti sebagai interpretasi spiritual atas perkembangan realita semesta. Hegel menekankan adanya proses perubahan yang terus menerus dalam makna sejarah.
d.      Paham Makrokosmos dan Mikrokosmos
Makrokosmos ialah keseluruhan semesta raya dalam suasana design dan kesatuan menurut teori kosmologi. Mikrokosmos ialah bagian tunggal (individu tersendiri), suatu fakta yang terpisah dari keseluruhan itu, baik dalam tingkat umum, pribadi manusia, ataupun lembaga. Hukum universal yang mengatur keseluruhan manusia adalah universal Mind (pikiran Tuhan) yang meliputi aturan benda-benda, tenaga/energy, waktu dan ruang, bahkan juga pikiran manusia. Semua hukum ilmu penngetahuan adalah perwujudan dari keharmonisan dan validitas pekerjaan Tuhan.
Jika manusia tak mampu memahami hukum universal dari makrokosmos, maka sesungguhnya manusia akan dapat memahaminya melalui mikrokosmos, yakni realita dirinya sendiri. Tujuan ajaran filsafat ini adalah untuk membuka rahasia keunikan spiritual kepribadian yang lebih daripada  sebagai fenomena alam melainkan sebagai subyek yang mampu mengadakan analisa ilmiah. Realita kosmos adalah realita antara (entermediate), antara Tuhan dengan manusia.
2.      Pandanga Epistemologi Esensialisme
      Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemology Esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari dirinya sebagai mikrokosmos dalam makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat/kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestaan itu.
a.       Kontraversi jasmaniah-rohaniah
Perbedaan idealisme dengan realisme adalah yang pertama menganggap bahwa rohani adalah kunci kesadaran tentang realita. Manusia mengetahui sesuatu hanya di dalam dan melalui ide rohaniah. Sebaliknya realisme berpendapat bahwa kita hanya mengetahui sesuatu realita dari dalam dan melalui jasmani. Bagi sebagian penganut realisme, pikiran itu adalah pula jasmananiah sifatnya, dan tunduk pada hukum-hukum phisis.
     Konsekuensinya kedua unsur jasmani dan rohani adalah realita kepribadian manusia. Untuk mengetahui manusia, baik filosofis maupun ilmiah haruslah melalui kedua asas tersebut, dan approach rangkap itulah pula yang sesuai dalam pelaksanaan pendidikan.
b.      Approach Idealisme pada Pengetahuan
1.      Kita hanya mengerti our own spiritual selves (rohani kita sendiri). Tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain. Sebab kesadaran kita, rasio manusia adalah bagian dari rasio Tuhan yang Mahasempurna. Ini menurut personalisme.
2.      Bagi Hegel, substansi mental tercermin pada hukum-hukum logika (mikrokosmos), dan hukum alam (mikrokosmos). Hukum dialektika berfikir, berlaku pula hukum perkembangan sejarah dan kebudayaan manusia (teori dinamis).
c.       Approach Realisme pada Pengetahuan
     Realisme dalam teori psikologi dan epistemologinya dipengaruhi oleh Newton dengan ilmu pengetahuan alamnya. Realisme menapsirkan manusia dalam rangka hukum alam, demikian pula aktivitas pikir manusia dianggap sebagai satu mekanika. Cara menapsirkan manusia dalam realisme, salah satunya adalah menurut teori Behaviorisme.
     Aliran Behaviorisme berkesimpulan bahwa perwujudan kehidupan mental tercermin pada tingkah laku (behaviour). Sebab, manusia sebagai satu organisme adalah totalitas mekanisme yang ditentukan aspek-aspek: susunan system syaraf, pengalaman-pengalaman biologis. Bagi behaviorisme, istilah-istilah jiwa dan kesadaran dianggap istilah using yang membingungkan, dan itu adalah pendekatan yang pra-ilmiah.
     Badan adalah fakta yang fundamental. Bahkan berfikir dianggap sebagai proses neuromuscular (syaraf otot) yang menyatakan bahwa manusia seluruh yang kompleks. Kepribadianpun sesungguhnya hanyalah istilah yang diberikan kepada pola-pola reaksi yang telah terkondisi dari seseorang. Behaviorisme berkesimpulan bahwa manusia adalah ditentukan semata-mata oleh hukum alam, dan tidak seperti idealisme yang menyatakan bahwa manusia seluruhnya ditentukan hukum-hukum rohaniah.
d.      Tipe Epistemologi Realisme
     Dalam aliran realisme mereka belum puas dengan suatu thesis tetentu. Mereka berbeda-beda dalam pandangan epistemology mereka. Di Amerika ada dua tipe utama, yaitu Neorealisme dan Critical Realisme.
3.      Pandangan Aksiologi Esensialisme
       Pandangan Ontologi dan Epistemologinya amat mempengaruhi pandangan Axiologi ini. Bagi aliran ini, nilai-nilai , seperti juga kebenaran berakar dalam dan berasal dari sumber obyektif. Watak sumber ini dari mana nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme, sebab esensialisme terbina oleh kedua sayap tersebut. Lebih lanjut prinsip-prinsip dan praktek-praktek ini telah pula mewarnai sikap dan pandangan esensialisme terhadap kebudayaan termasuk pendidikan.
1)      Teori Nilai menurut Idealisme
Dalam bahasa filsafat, misalnya agama dianggap mengajarkan doktrin yang sama: bahwa perintah-perintah Tuhan mampu memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan mampu mengamalkannya. Meskipun idealisme menjunnjung asas otoriter atas nilai-nilai itu, namun ia juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).
a.       Teori Nilai Idealisme Modern
Tokoh idealisme modern, Immanuel Kant, meletakkan teori nilai yang baru sebagai ganti atas kepercayaan tradisional. Kant mencari asas dasar tindakan moral atas hukum moral yang tidak diragukan lagi. Hukum moral dimaksud menyatakan bahwa tiap manusia harus selalu melakukan sesuatu yang oleh semua manusia tindakan itu wajib dilakukan di mana dan pada waktu apapun. Misalnya, adalah kewajiban manusia untuk tetap honest (tulus hati, jujur) sebab itu adalah kebaikan universal. Pengaruh idealisme yang penting pula ialah sikapnya yang menjunjung kemerdekaan individu.
b.      Teori Sosial Idealisme
Teori ini dianggap sebagai sumber pemujaan yang berlebih-lebihan kepada Negara, teori ini pula sumber totalitarianism yang mengilhami Fasisme Italia dan German. Cita social dari tokoh idealisme seperti Kant ialah kemerdekaan individu manusia akan member dasar bagi kehidupan social yang adil sejahtera. Bahkan dengan kemerdekaan individu, hidup bersama, social, menjadi lebih bermakna, bahkan lebih mesra. Idealisme manusia adalah manifestasi dari keanggotaannya dalam suatu masyarakat pribadi yang spiritual yang diperintah oleh Tuhan sendiri.
c.       Teori Estetika Idealisme
Sekali lagi Kant mengajarkan: Bahwa manusia menikmati “disinterested pleasure” (kesenangan yang tulus ikhlas) dalam obyek keindahan, dan melupakan keterbatasan pengamatannya. Dan manusia dengan itu sesaat berada dalam kesatuan abadi, karena keindahan itu bersumber dari Tuhan yang Mahaindah. Manusia menangkap sifat universal realita melalui perasaan dan pancaindra.
2)      Teori Nilai menurut Realisme
Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontology bahwa semua sumber semua pengalaman manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya.
a.       Etika Determinisme
Teori realisme yang paling berpengaruh ialah etika determinisme. Karena semua unsur semesta, termasuk manusia adalah dalam  satu mata rantai yang tak berakhir dan dalam kesatuan hokum kausalitas. Seseorang tergantung seluruhnya pada ikatan sebab akibat kodrati dan itulah ynag menentukan keadaannya sekarang, baik ataupun buruk. Implikasi etika determinisme ini ialah bahwa tokoh esensialisme berbeda-beda menafsirkan prinsip-prinsip etika.
b.      Teori Sosial Realisme
Pelaksanaan pandangan itu ialah bahwa ekonomi memerlukan hukum-hukum bagi proses pemasaran perdagangan social memerlukan struktur organisasi lembaga-lembaga social. Teori ini hanya menganalisa berdasarkan realita adanya, secara ilmiah yang netral.
c.       Teori Estetika Realisme
Teori realisme tentang estetika berpusat pada mengekspresikan kehidupan sebagaimana adanya “expressing life as it is,” yakni dalam realita suka dan duka, proses harmoni dan disharmoni.[6]

D.      Konsep Pendidikan
1.      Gerakan Back to Basic
Gerakan back to basic yang dimulai di pertengahan tahun 1970-an adalah dorongan skala besar yang mutakhir untuk menerapkan program-program esensialis di sekolah-sekolah. Yang terpenting lainnya, yang dikemukakan kaum esensialis, bahwa sekolah-sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa menulis, membaca, berbicara, dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan-keterampilan tersebut.
Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat praktis dan member anak-anak pengajaran yang logis yang mempersiapkan mereka untuk hidup, sekolah tidak boleh mencoba mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan social.
2.      Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua orang. Pengetahuan tersebut bersama dengan skill, sikap, dan nilai-nilai yang memadai, akan mewujudkan elemen-elemen pendidikan yang esensial.
Tugas siswa adalah menginternalisasikan atau menjadikan milik pribadi elemen-elemen tersebut. Selain merupakan warisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme adalah mempersiapkan manusia untuk hidup. Kontribusi sekolah terutama bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa, terutama tujuan pelajaran yang dapat di pertanggung jawabkan, yang pada akhirnya memadai untuk mempersiapkan manusia hidup.
3.      Kurikulum
Kurikulum esensialisme menekankan pengajaran fakta-fakta: kurikulum itu kurang memiliki kesabaran dengan pendekatan-pendekatan tidak langsung dan introspektif yang diangakat oleh kaum progresivisme. Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis, dan matematika. Di sekolah menengah diperluas dengan perluasan pada matematika, sains, humaniora, bahasa, dan sastra.
Belajar dengan tepat berkaitan dengan disiplin tersebut akan mampu mengembangkan pikiran (kemampuan nalar siswa) dan sekaligus membuatnya sadar akan dunia fisik sekitarnya. Menguasai fakta dan konsep dasar disisplin yang esensial merupakan suatu keharusan.
4.      Peranan sekolah dan guru
Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Di sekolah tiap siswa belajar pengetahuan, skill, dan sikap serta nilai yang diperlukan untuk menjadi manusia sebagai anggota masyarakat.
Selanjutnya mengenai peran guru banyak persamaannya dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek khusus, dan merupakan model contoh yang baik untuk ditiru dan diguugu. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas berada di bawah pengaruh dan pengawasan guru.
5.      Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme adalah sebagai berikut:
a.       Sekolah harus mempertahankan motede-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
b.      Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
c.       Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia melalui sivilisasi dan telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada di dalam gudang di luar ke jiwa peserta didik. Ini berarti bahwa peserta didik itu perlu dilatih agar mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi (Imam Barnadib, 2002).
d.      Kurikulum
Tentang kurkulum, idealisme memandang hendaklah berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Seperti halnya pandangan Herman Herman Harrell Horne, yang digambarkan oleh Bogoslousky, bahwa kurikulum idealisme dapat digambarkan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian yakni:
1.    Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-asul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
2.    Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup bermasyarkat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhannya, dan hidup aman dan sejahtera.
3.    Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
4.    Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti ril yang tidak bertentangan dengan kepribadian ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisiologis, emosional, dan inntelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan yang ideal tersebut.[7]
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filksafat pendidikan esensialisme:
1)      Tujuan Pendidikan
Transmisi kebudayaan untuk menentukan solidaritas social dan kesejahteraan umum.
2)      Kurikulum
Di pendidikan dasar berupa membaca, menulis, dan berhitung. Keterampilan komunikasi adalah esensial untuk mencapai prestasi skolastik dan hidup sosial yang layak. Kurikkulum sekolah berisikan apa yang harus dipelajarkan.
3)      Kedudukan siswa
Sekolah bertanggung jawab atas pemberian pengajaran yang logis atau dapat dipercaya. Sekolah berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa. Siswa pergi ke sekolah untuk belajar, bukan untuk mengatur pelajaran.
4)      Metode
Metode tradisional, menekankan pada inisiatif guru.
5)      Peranan guru
Guru harus terdidik. Secara moral ia merupakan orang yang dapat dipercayadan secara teknis harus memiliki kemahiran dalam mengarahkan proses belajar.[8]      


BAB III
PENUTUP
a.        Kesimpulan
Filsafat pendidikan esensialisme adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha enyelesaikan masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis yang mengakui keunggulan zat.
Adapun ciri dari esensialisme, bahwa pendidikan haruslah di atas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi.
Pandangan ontology esensialisme, meliputi: sintesa ide idealisme dan realisme tentang hakekat realita, dipengaruhi oleh penemuan-penemuan modern, penapsiran spiritual atas sejarah, paham makrokosmos dan mikrokosmos. Sedangkan pandangan epistemology esensialisme, meliputi: kontraversi jasmaniah-rohaniah, approach idealisme pada pengetahuan, approach realisme pada pengetahuan, tipe epistimologi realisme. Adapun pandangan axiology esensialisem, meliputi: teori nilai menurut idealisme dan teori nilai menurut realisme.
Konsep pendidikan esensialisme terdiri dari gerakan back to basics, tujuan pendidikan, kurikulum, peranan sekolah dan guru, prinsip-prinsip pendidikan.
Implementasi pendidikan filsafat esensialisme yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang kooperatif, yang bertujuan supaya peserta didik dapat bekerjasama dalam hal positif untuk mengerjakan tugasnya yang dapat menguntungkan bagi dirinya dan orang lain. Misalnya seperti tugas kelompok atau diskusi.



Daftar Pustaka
Barnadib, Imam. 1988. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset. Cet ke-5.
Jalaluddin, dkk, 1997. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama,.
Sadulloh, Uyoh. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta,
Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional,
George R. Knight, Issues and Alternatives in Educational Philosophy. Tej. Mahmud Arif. 2007. Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gama Media.



[1] Teguh Wangsa Gandhi HW, Filsafat Pendidikan: Madzhab-Madzhab Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, hlm. 126-127.
[2] Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2006, hlm. 158
[3] Jalaluddin, dkk, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan pendidikan. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hlm. 81
[4] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1988, hlm. 260-262. Dalam
[5] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. (Yogyakarta: Andi Offset. 1988). Cet ke-5, hlm 38
[6] Muhammad Noor Syam, Filsafat, hlm. 263-278.
[7] Burler, Op.Cit., hl. 242-244. Dalam Imam Barnadib, Filsafat pendidikan: sistem dan metode. (Yoyakarta: Andi Offset. 1988). Cet ke-5, hlm 57.
[8] Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd, Pengantar, hlm. 160-165.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semangat....!!!